Penemu
Teori Habibie
Pemakai dan produsen pesawat terbang
sama-sama tidak tahu persis, sejauh mana bodi pesawat terbang masih andal
dioperasikan. Akibatnya memang bisa fatal. Pada awal 1960-an, musibah pesawat terbang masih
sering terjadi karena kerusakan konstruksi yang tak terdeteksi. Kelelahan
(fatique) pada bodi masih sulit dideteksi dengan keterbatasan perkakas. Belum
ada pemindai dengan sensor laser yang didukung unit pengolah data komputer,
untuk mengatasi persoalan rawan ini.Titik rawan kelelahan ini biasanya pada
sambungan antara sayap dan badan pesawat terbang atau antara sayap dan dudukan
mesin. Elemen inilah yang mengalami guncangan keras dan terus-menerus, baik
ketika tubuhnya lepas landas maupun mendarat. Ketika lepas landas, sambungannya
menerima tekanan udara (uplift) yang besar. Ketika menyentuh landasan, bagian
ini pula yang menanggung empasan tubuh pesawat. Kelelahan logam pun terjadi,
dan itu awal dari keretakan (krack).Titik rambat, yang kadang mulai dari ukuran
0,005 milimeter itu terus merambat. Semakin hari kian memanjang dan
bercabang-cabang. Kalau tidak terdeteksi, taruhannya mahal, karena sayap bisa
sontak patah saat pesawat tinggal landas. Dunia penerbangan tentu amat peduli,
apalagi saat itu pula mesin-mesin pesawat mulai berganti dari propeller ke jet.
Potensi fatique makin besar.Habibie-lah yang kemudian menemukan bagaimana
rambatan titik krack itu bekerja. Perhitungannya sungguh rinci, sampai pada
hitungan atomnya. Oleh dunia penerbangan, teori Habibie ini lantas dinamakan
krack progression. Dari sinilah Habibie mendapat julukan sebagai Mr. krack.
Tentunya teori ini membuat pesawat lebih aman. Tidak saja bisa menghindari
risiko pesawat jatuh, tetapi juga membuat pemeliharaannya lebih mudah dan
murah.
2. Penemu
Faktor Habibie
Sebelum
titik krack bisa dideteksi secara dini, para insinyur mengantispasi kemungkinan
muncul keretakan konstruksi dengan cara meninggikan faktor keselamatannya (SF).
Caranya, meningkatkan kekuatan bahan konstruksi jauh di atas angka kebutuhan
teoritisnya. Akibatnya, material yang diperlukan lebih berat. Untuk pesawat
terbang, material aluminium dikombinasikan dengan baja. Namun setelah titik
krack bisa dihitung maka derajat SF bisa diturunkan. Misalnya dengan memilih
campuran material sayap dan badan pesawat yang lebih ringan. Porsi baja
dikurangi, aluminium makin dominan dalam bodi pesawat terbang. Dalam dunia
penerbangan, terobosan ini tersohor dengan sebutan Faktor Habibie.Faktor
Habibie bisa meringankan operating empty weight (bobot pesawat tanpa berat
penumpang dan bahan bakar) hingga 10% dari bobot sebelumnya. Bahkan angka
penurunan ini bisa mencapai 25% setelah Habibie menyusupkan material komposit
ke dalam tubuh pesawat. Namun pengurangan berat ini tak membuat maksimum take
off weight-nya (total bobot pesawat ditambah penumpang dan bahan bakar) ikut
merosot. Dengan begitu, secara umum daya angkut pesawat meningkat dan daya
jelajahnya makin jauh. Sehingga secara ekonomi, kinerja pesawat bisa
ditingkatkan.
Faktor
Habibie ternyata juga berperan dalam pengembangan teknologi penggabungan bagian
per bagian kerangka pesawat. Sehingga sambungan badan pesawat yang silinder
dengan sisi sayap yang oval mampu menahan tekanan udara saat tubuh pesawat
lepas landas. Begitu juga pada sambungan badan pesawat dengan landing gear jauh
lebih kokoh, sehingga mampu menahan beban saat pesawat mendarat. Faktor mesin
jet yang menjadi penambah potensi fatique menjadi turun.
3. suma cum
laude
Gelar
doctor ingenieur-nya disabet dengan predikat suma cum laude pada 1965.
Rata-rata nilai mata kuliahnya 10. Presatsi ini membuatnya dipercaya jadi
Kepala Departemen Riset dan Pengembangan Analisis Struktur di Hamburger
Flugzeugbau (HFB). Tugas utamanya adalah memecahkan persoalan kestabilan
konstruksi bagian belakang pesawat Fokker 28. Luar biasa, hanya dalam kurun
waktu enam bulan, masalah itu terpecahkan oleh Habibie.
4. Membuat
Pesawat
Ia
meraih kepercayaan lebih bergengsi, yakni mendesain utuh sebuah pesawat baru.
Satu diantara buah karyanya adalah prototipe DO-31, pesawat baling-baling tetap
pertama yang mampu tinggal landas dan mendarat secara vertikal, yang
dikembangkan HFB bersama industri Donier. Rancangan ini lalu dibeli oleh Badan
Penerbangan dan Luar Angkasa Amerika Serikat (NASA).Hasil lainnya antara lain
pesawat terbang pertama buatan Indonesia CN-235 dan N-250.Pesawat Airbus A-300
yang diproduksi konsorsium Eropa (European Aeronautic Defence and Space) tak
lepas dari sentuhan Habibie. Maklumlah dalam konsorsium ini tergabung Daimler,
produsen Mercedes-Benz yang mengakuisisi MBB.
5. Jabatan di
MBB
Tahun
1969 Habibie dilirik oleh Messerschmitt Boelkow Blohm Gmbh (MBB), industri
pesawat terbesar yang bermarkas di Hamburg. Jabatan Vice President/Direktur
Teknologi MBB disabetnya tahun 1974. Hanya Habibie-lah, orang diluar kebangsaan
Jerman yang mampu menduduki posisi kedua tertinggi itu.
6. Penghargaan
Sedangkan
dalam bentuk penghargaan, Habibie menerima Award von Karman (1992) yang di
bidang kedirgantaraan boleh dibilang gengsinya hampir setara dengan Hadiah
Nobel. Dan dua tahun kemudian menerima penghargaan yang tak kalah bergengsi,
yakni Edward Warner Award. Beliau juga mendapat gelar Doktor Kehormatan (Doctor
of Honoris Causa) dari berbagai Universitas terkemuka dunia, antara lain
Cranfield Institute of Technology dan Chungbuk University.
Salah Satu Penghargaan yang Diterima Habibie |
Presiden Ke-3 Republik Indonesia |
Masa jabatannya sebagai presiden hanya bertahan selama 512
hari. Meski sangat singkat, kepemimpinan Presiden Habibie mampu membawa bangsa
Indonesia dari
jurang kehancuran akibat krisis. Presiden Habibie berhasil memimpin negara
keluar dari dalam keadaan ultra-krisis, melaksanakan transisi dari negara
otorian menjadi demokrasi. Sukses melaksanakan pemilu 1999 dengan multi parti
(48 partai), sukses membawa perubahan signifikan pada stabilitas, demokratisasi
dan reformasi di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar